Mengenang Sang Bapak Pendidikan Nasional: Filosofi dan Warisan Ki Hadjar Dewantara

Di tengah semangat pembaruan pendidikan nasional, penting untuk kembali mengenang dan menghayati filosofi dari tokoh sentral yang dijuluki “Bapak Pendidikan Nasional”, yaitu Ki Hadjar Dewantara (1889-1959).
Lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat di Yogyakarta, perjuangan Ki Hadjar Dewantara diabadikan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, terutama dalam upaya membebaskan rakyat melalui jalur pendidikan.
Pendiri Taman Siswa dan Menteri Pengajaran Pertama
Kontribusi terbesarnya bagi bangsa adalah mendirikan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan revolusioner pada masa kolonial. Taman Siswa bukan hanya menyediakan pendidikan formal, tetapi juga menanamkan semangat kebangsaan dan kemandirian bagi rakyat Indonesia yang kala itu sulit mengakses pendidikan berkualitas.
Setelah kemerdekaan, peran beliau diakui secara nasional dengan diangkat sebagai Menteri Pengajaran (sekarang Menteri Pendidikan) pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia.
Tiga Pilar Filosofi Pendidikan
Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara menjadi landasan bagi sistem pendidikan Indonesia hingga kini, diwujudkan dalam semboyan terkenalnya:
- Ing ngarso sung tulodo: Di depan, memberi teladan. Ini menekankan bahwa guru dan pemimpin harus menjadi contoh perilaku dan moral yang baik bagi murid.
- Ing madyo mangun karso: Di tengah, membangun semangat. Guru harus mampu menciptakan inisiatif dan motivasi belajar di antara para murid.
- Tut wuri handayani: Di belakang, memberi dorongan. Guru harus memberikan dukungan, kebebasan, dan bimbingan agar murid dapat berkembang sesuai dengan kodrat dan minat mereka.
Semboyan ini menjadi inspirasi abadi, menegaskan bahwa peran guru (termasuk Guru Wali) tidak hanya sebatas transfer ilmu, tetapi sebagai arsitek karakter dan pembimbing yang penuh kasih dan ketulusan, selaras dengan makna yang terkandung dalam Logo Hari Guru Nasional 2025.